Hotman Paris dan Drama Gelar Perkara di Istana: Antara Hukum dan Panggung Politik

Foto : ss/Instagram @hotmanparisofficial

Hotman Paris dan Drama Gelar Perkara di Istana: Antara Hukum dan Panggung Politik

Foto : ss/Instagram @hotmanparisofficial

 

KINIFAKTUAL | Di balik jas mewah, cincin berlian, dan gaya khas yang penuh sensasi, Hotman Paris kembali menjadi pusat perhatian publik. Kali ini bukan soal mobil sport atau kafe di pinggir pantai, melainkan tentang nasib kliennya, Nadiem Makarim, mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi yang ditetapkan sebagai tersangka kasus pengadaan laptop Chromebook 2019–2022.

Lewat akun Instagram pribadinya, @hotmanparisofficial, pada Kamis (4/9/2025), Hotman mengunggah sebuah video yang segera memicu perbincangan. Dengan suara lantang dan gaya khasnya, ia menyampaikan pesan langsung kepada Presiden RI Prabowo Subianto.

“Saya hanya butuh sepuluh menit. Gelar perkaranya di Istana, dan saya akan buktikan bahwa klien saya tidak menerima satu sen pun,” ujar Hotman.

Pernyataan itu tentu saja mengejutkan. Dalam tradisi hukum di Indonesia, gelar perkara biasanya dilakukan di lembaga penegak hukum, bukan di ruang kekuasaan politik tertinggi, yaitu Istana Kepresidenan. Namun bagi Hotman, langkah ini dianggap simbolis sekaligus strategi. Ia ingin membuktikan, di depan kepala negara, bahwa kasus Nadiem penuh tanda tanya.

Mengingat Prabowo, Menggugah Ingatan 25 Tahun Lalu

Dalam unggahannya, Hotman juga menyelipkan nostalgia. Ia mengaku pernah terlibat hubungan profesional dengan Prabowo sekitar 25 tahun lalu. Kenangan itu dijadikan semacam pintu masuk emosional, seolah ingin mengatakan: “Saya tahu siapa Anda, dan saya percaya Anda paham siapa saya.”

Dengan menyebut kembali kisah lama, Hotman berusaha menggugah sisi personal Presiden. Sebuah pendekatan yang jarang dilakukan pengacara lain dalam membela kliennya.

Tiga Klaim Kunci

Ada tiga poin utama yang ditegaskan Hotman:

  1. Tidak ada uang yang diterima Nadiem.
  2. Tidak ada mark-up dalam pengadaan laptop.
  3. Tidak ada pihak yang diperkaya dari proyek tersebut.

“Sepuluh menit di depan Presiden sudah cukup,” katanya penuh percaya diri.

Antara Drama dan Strategi

Bagi publik, langkah Hotman ini bisa dibaca dalam dua sisi. Pertama, sebagai drama khas seorang pengacara selebritas yang tahu bagaimana mengendalikan opini publik. Kedua, sebagai strategi hukum untuk menekan penyidik dengan sorotan media, sekaligus menciptakan narasi bahwa kasus ini sarat kejanggalan.

Di satu sisi, tawaran “gelar perkara di Istana” jelas kontroversial. Hal ini berpotensi menimbulkan perdebatan soal independensi penegakan hukum, sebab Istana bukanlah forum resmi untuk mengadili perkara. Namun di sisi lain, langkah ini menegaskan gaya Hotman: berani, teatrikal, sekaligus tak terduga.

Menanti Respons Istana

Hingga kini, belum ada tanggapan resmi dari Presiden Prabowo maupun pihak Istana atas ajakan Hotman. Publik menunggu, apakah langkah tersebut hanya akan jadi “panggung media” atau justru memicu diskursus serius tentang transparansi hukum di Indonesia.

Apapun hasilnya, satu hal sudah jelas: Hotman Paris sekali lagi berhasil membuat isu hukum terasa seperti pertunjukan yang tak bisa dilewatkan. Ia tahu benar cara menjadikan kasus hukum bukan sekadar soal pasal, tapi juga soal panggung opini.