LHOKSEUMAWE, KINIFAKTUAL | Kondisi jalan lintas nasional Medan–Banda Aceh di kawasan Batuphat Timur hingga Batuphat Barat, Kecamatan Muara Satu, Kota Lhokseumawe, kian memprihatinkan. Jalan yang menjadi urat nadi transportasi darat di Aceh bagian utara itu kini dipenuhi lubang besar, bergelombang, dan bahkan telah menelan korban pengendara.
Di lokasi, tampak sejumlah lubang berdiameter hampir satu meter dengan kedalaman mencapai 10–15 sentimeter di tengah badan jalan. Kondisi jalan yang basah dan minim penerangan membuat pengguna jalan kesulitan melihat lubang, terutama pada malam hari.
“Lubang itu seperti jebakan. Kalau hujan deras, air menutupinya jadi tidak kelihatan sama sekali. Banyak mobil dan motor yang terperosok,” ujar salah seorang warga Batuphat, Senin (20/10/2025).
Menanggapi kondisi tersebut, Ghafur Haikal Bajongga Ritonga, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh sekaligus Biro Protokoler BEM Unimal, menilai bahwa kerusakan jalan di jalur utama Batuphat Timur–Batuphat Barat bukan sekadar persoalan teknis, tetapi juga bentuk kelalaian tanggung jawab publik.

“Setiap tahun ada anggaran perawatan jalan nasional, tapi hasilnya tidak terlihat. Faktanya, kondisi tetap rusak dan membahayakan. Beberapa hari lalu bahkan sudah memakan korban pengendara dari luar daerah yang menuju Banda Aceh,” ujarnya.
Menurut Ghafur, kerusakan jalan yang dibiarkan dalam waktu lama dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap kewajiban hukum pemerintah. Ia mengacu pada Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, yang menyebutkan bahwa penyelenggara jalan wajib segera memperbaiki jalan yang rusak dan berpotensi menyebabkan kecelakaan lalu lintas.
“Dalam konteks hukum publik, kelalaian seperti ini termasuk omission of duty atau pembiaran terhadap kewajiban hukum. Apalagi dalam Pasal 273 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, disebutkan bahwa penyelenggara jalan yang tidak segera memperbaiki kerusakan hingga menyebabkan kecelakaan dapat dikenai sanksi pidana,” jelasnya.
Ia menambahkan, tanggung jawab perbaikan jalan nasional di Aceh secara administratif berada di bawah Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) Wilayah I Aceh di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Koordinasi di tingkat daerah juga melibatkan Dinas PUPR Kota Lhokseumawe untuk pengawasan serta pelaporan kondisi infrastruktur.
“Negara tidak boleh diam. Ini bukan hanya tanggung jawab moral, tapi juga tanggung jawab hukum. Ketika jalan rusak dibiarkan hingga menimbulkan korban, maka pemerintah dan instansi terkait bisa dimintai pertanggungjawaban hukum maupun administratif,” tegas Ghafur.
Dari perspektif konstitusi, negara memiliki kewajiban untuk melindungi keselamatan warga negara sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 dan Pasal 28G ayat (1) yang menjamin hak atas rasa aman. Karena itu, pembiaran terhadap infrastruktur publik yang membahayakan keselamatan masyarakat dapat dianggap sebagai bentuk pengingkaran terhadap kewajiban konstitusional negara.
“Apabila dalam waktu lama tidak ada perbaikan, masyarakat bisa menempuh langkah hukum seperti gugatan warga negara (citizen lawsuit) atau class action terhadap pemerintah daerah maupun BPJN sebagai penyelenggara jalan nasional,” ujar Ghafur yang juga aktif dalam kajian hukum publik di kampusnya.
Masyarakat berharap agar pemerintah segera turun tangan memperbaiki jalan lintas nasional tersebut sebelum korban bertambah. Selain itu, warga meminta BPJN dan Dinas PUPR memasang rambu peringatan sementara di lokasi-lokasi jalan rusak agar pengguna jalan lebih waspada.
“Bagi kami, jalan ini bukan sekadar akses. Ini jalur utama menuju kampus dan aktivitas ekonomi masyarakat. Kalau dibiarkan, nyawa terus jadi taruhannya,” tutup Ghafur.
Kerusakan jalan nasional di Batuphat Timur hingga Batuphat Barat kini menjadi sorotan publik. Selain menuntut kecepatan pemerintah dalam bertindak, kasus ini juga menjadi pengingat bahwa pembangunan infrastruktur bukan hanya persoalan fisik, melainkan bagian dari hak asasi manusia atas keselamatan dan perlindungan negara.